Kamis, 20 November 2014

Pengertian AMDAL


          AMDAL merupakan suatu alat atau cara yang digunakan dalam mengendalikan perubahan lingkungan sebelum suatu tindakan kegiatan pembangunan dilaksanakan.  Hal ini dilakukan karena setiap kegiatan pembangunan  selalu menggunakan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidupnya, sehingga secara langsung(otomatis) akan terjadi perubahan lingkungan. Dengan demikian perlu pengaturan pengelolaan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, serta  cara mengeliminer dampak, supaya pembangunan-pembangunan yang lainnya dan berikutnya dapat tetap dilakukan. Hasil utama AMDAL antara lain adalah memperkirakan dampak yang diakibatkannya, pengelolaan dampak dan pemantauan dampak.Amdal diperlukan dengan tugas menjaga kualitas lingkungan supaya tidak rusak karena adanya kegiatan-kegiatan pembangunan seperti dijelaskan sebelumnya. Soeratmo, G, (1995), menjelaskan bahwa manusia dalam memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan nya melakukan berbagai aktivitas dari yang sederhana sampai yang sangat canggih, mulai dari yang hanya sedikit saja merubah sumberdaya alam dan lingkungan sampai yang menimbulkan perubahan besar. Pada awal kebudayaan manusia perubahan lingkungan oleh aktivitas manusia  masih dalam kemampuan alam untuk memulihkan diri sendiri  secara alamiah, tetapi aktivitas manusia makin lama makin menimbulkan perubahan sumberdaya alam dan lingkungannya. Perubahan-perubahan lingkungan makin lama makin menimbulkan kerugian bagi manusia sendiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, kesejahteraannya, bahkan keselamatan dirinya, yaitu dalam bentuk dampak kegiatan pembangunan atau akibatakibat sampingan dengan adanya kegiatan pemabngunan.  Oleh karena itu untuk menghindari akibat-akibat atau dampak-dampak  tersebut, perlu dipersiapkan rencana pengendalian dampak negatif yang akan terjadi. Untuk itu perlu memperkirakan dampak-dampak apa saja yang akan terjadi, langkah ini  disebut dengan prakiraan dampak atau pendugaan dampak atau Environmental Impact Assessment dan langkah-langkah tersebut merupakan proses dalam AMDAL. Dengan demikian AMDAL dilakukan untuk mengendalikan setiap  kegiatan pembangunan supaya mengacu pada pendekatan ansipasi terhadap perubahan lingkungan dan ekosistem dan dapat mempunyai  kegunaan dan manfaat bagi masyarakat.
           Di Indonesia AMDAL diatur dalam pasal 16 Undang-undang No.4 tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang kemudian diperbaharui dengan Undang-undang nomor 23 tahun 1997 tentang “Pengelolaan Lingkungan Hidup”. Pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah No.29 tahun 1986 yang mulai berlaku 5 Juni 1987,  yang kemudian diperbaharui dan diganti dengan Peraturan Pemerintah nomor 51 tahun 1993. Tujuan dari Undang-undang tersebut adalah melindungi lingkungan terhadap pembangunan yang tidak bijaksana sehingga dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan pembangunan tersebut dapat diperkecil.
           AMDAL merupakan bagian dari suatu sistem pembangunan secara keseluruhan, maka AMDAL tidak berdiri sendiri. Kegunaan  dan manfaat AMDAL dapat dilihat dari beberapa pendekatan , yaitu:

1.AMDAL dapat mempunyai kegunaan dan manfaat  bagi masyarakat,  karena AMDAL merupakan kajian yang juga melibatkan masyarakat dalam memberikan masukan atau informasi pada kajian 

2.AMDAL. Sehingga perencanaan adanya pembangunan di wilayahnya dapat terinformasikan dari aspek postif dan negatifnya. Misalnya aspek positifnya, yaitu dapat membantu wilayah disekitar perencanaan pembangunan dalam penyerapan tenaga kerja sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan, adanya sarana dan prasarana jalan dan listrik sehingga membantu dalam adanya sarana  transportasipada wilayah tersebut dan lainnya.
        Amdal bermanfaat bagi pengambil keputusan sebagai bahan masukan dalam pengarahan dan pengawasan pembangunan sehingga dapat terhindar dari akibat sampingan yang tidak diinginkan dan merugikan. Selain tiu pengambil keputusan dapat mengetahui dampak yang melampui batas toleransi, dampak terhadap masyarakat, dampak terhadap kegiatan pembangunan lainnya, pengaruh terhadap lingkungan yang lebih luas. Kegunaan bagi hal lainnya adalah sebagai acuan dalam penelitian bidang keilmuan dan pemanfaatan teknologi ; sebagai pembanding pelaksanaan AMDAL lainnya dan sebagai prasyarat dalam pendaan  proyek dan perizinan.
        
              Hasil studi Amdal dinyatakan dalam bentuk Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Dengan adanya RKL dan RPL ini maka pelaksanaan kegiatan pembangunan akan terikat secara hukum untuk melaksanakan pengelolaan dan pemantauan lingkungannya, karena dalam RKL dan RPL terdapat prosedur pengembangan dampak positif dan penanggulangan dampak negatif, serta prosedur  pemantauan lingkungannya.

 Peranan AMDAL dalam Pembangunan

Sumberdaya alam dibutuhkan manusia  dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik primer, sekunder maupun tersier. Pada awalnya jumlah manusia belum sebanyak pada saat ini, sehingga kebutuhannya masih  terbatas dan  masih sederhana. Saat ini kebutuhannya makin besar karena jumlah manusianyapun di dunia semakin meningkat, ditambah lagi manusia makin pandai, sehingga terjadi peningkatan teknologi, termasuk teknologi dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam.

Alam pada awalnya masih mampu untuk memulihkan diri secara alamiah, tetapi pada saat ini selain kebutuhannya semakin besar, juga ditambah lagi dengan penggunaan teknologi yang semakin tinggi, maka pemanfaatannya sudah melebihi daya dukung lingkungan atau  alam untuk menopangnya, sehingga sudah tidak dapat mentoleransinya dan memulihkannya sendiri.  Oleh karena itu diperlukan cara mengelola (me-manage) sumberdaya alam dan lingkungan dalam memanfaatkannya dengan   berasaskan pelestarian lingkungan, yaitu dengan memperhatikan kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang sehingga dapat meningkatkan kualitas dan kesejahteraan masyarakat. Serta dapat menunjang pembangunan nasional yang terus menerus atau berkesinambungan, sehingga manfaatnya dapat dirasakan dari generasi ke generasi.

 Dengan demikian kebutuhan masyarakat menuntut adanya pembangunan  disegala sector. Pembangunan yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup tersebut,  perlu ditelaah dahulu apakah suatu rencana kegiatan pembangunan akan merugikan manusia dan lingkungannya atau tidak, (Parwoto, 1996).  Salah satu cara mengelola sumberdaya alam dan lingkungannya dalam pembangunan, yaitu melalui AMDAL atau dapat dikatakan AMDAL dapat membantu pelaksanaan pembangunan dengan pendekatan lingkungan, sehingga dampak-dampak negatif yang ditimbulkan dapat diminimasi atau dihilangkan dengan mencarikan teknik penyelesaian dampaknya.  Perubahan-perubahan  lingkungan hidup yang diakibatkan oleh kegiatan pembangunan dapat diperkirakan sebelum pelaksanaan kegiatan, sehingga dapat diduga atau diperkirakan akibat-akibat atau dampak-dampak yang akan terjadi. Dengan demikian dapat dicarikan teknik penyelesaian dalam mengantasisipasi dampak yang timbul dan meminimasi dampak. Tetapi apabila dampak yang akan timbul diperkirakan akan merusak lingkungan hidup dan masyarakat luas  dan pengantisipasian dampaknya memakan waktu yang sangat lama dan sulit dalam pembiayayaannya, maka rencana kegiatan tersebut dapat dianggap tidak layak untuk dilakukan.
               Diharapkan dengan adanya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan untuk setiap rencana kegiatan pembangunan dapat membantu tercapainya tujuan yang maksimal dari pembangunan dan dapat menjaga kelestarian lingkungan, sehingga pembangunan-pembangunan yang berikutnya dapat dilaksanakan dan diwujudkan, karena keadaan lingkungan hidup yang terjaga sehingga dapat dilaksanakannya lagi pembangunan yang lainnya atau disebut juga dengan pembangunan yang berkelanjutan.

Sumber : https://ictbartim.wordpress.com/2010/10/20/pengertian-dan-pemahaman-amdal/

IPTEK dan Pengolahan Limbah Nuklir

      Kegiatan nuklir di Indonesia sudah dimulai sejak 1965 melalui pengoperasian reactor training research and isotope production by general atomic (Triga) di Pusat Penelitian Teknik Nuklir (PPTN) Bandung. Yang menjadi permasalahan adalah limbah nuklir dari kegiatan tersebut. Pro kontra itu berpeluang diminimalisasi bila pengelolaan limbah nuklir dilakukan secara benar. Tujuan akhir adalah melindungi lingkungan dan masyarakat dari potensi dampak radiologi limbah radioaktif, salah satunya adalah melalui operasi teknik kimia.

Pengelolaan limbah radioaktif bertujuan untuk meminimalkan dosis radiasi yang diterima penduduk < 0,1 dosis radiasi maksimum. Batasan dosis radiasi dari ICRP (International Commission for Radiation Protection) adalah semua penduduk tidak akan menerima dosis rata-rata 1 rem perorang dalam 30 tahun dari sampah nuklir.

Tiga unsur dasar dalam pengelolaan limbah radioaktif :
• Pengelolaan bertujuan untuk memudahkan dalam penanganan selanjutnya.
Limbah nuklir dipekatkan dan dipadatkan yang pelaksanaannya dilakukan dalam wadah khusus untuk selanjutnya disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama. Cara ini efektif untuk menangani limbah nuklir cair yang mengandung zat radioaktif beraktivitas sedang dan atau tinggi
• Penyimpanan sementara dan pembuangan atau penyimpanan akhir/lestari.
Limbah nuklir disimpan dan dibiarkan meluruh dalam tempat penyimpanan khusus sampai aktivitasnya sama dengan aktivitas zat radioaktif lingkungan. Cara ini efektif bila dipakai untuk pengelolaan limbah nuklir cair atau padat yang beraktivitas rendah dan berwaktu paruh pendek.
• Pengawasan pembuangan dan monitoring lingkungan.
Limbah nuklir diencerkan dan didispersikan ke lingkungan. Cara ini efektif dalam pengelolaan limbah nuklir cair dan gas beraktivitas rendah

Adapun tata cara pengolahan limbah Nuklir tersebut adalah sebagai berikut:

* PRA OLAH

Pra olah adalah kegiatan yang dilakukan sebelum pengolahan agar limbah memenuhi syarat untuk dikelola pada kegiatan pengelolaan berikutnya.
• Pengelompokan sesuai dengan jenis dan sifatnya.
• Preparasi dan analisis terhadap sifat kimia, fisika, dan serta kandungan radiokimia
• Menyiapkan wadah drum, plastik, lembar identifikasi dan sarana lain yang diperlukan
• Pewadahan dalam drum 60, 100, 200 liter atau tempat yang sesuai
• Pengepakan untuk memudahkan pengangkutan dan pengolahan
• Pengukuran dosis paparan radiasi
• Pemberian label identifikasi dan pengisian lembar formulir isian
• Pengeluaran dari hotcell
• Penempatan dalam kanister sehingga memenuhi kriteria keselamatan pengangkutan.
Sarana dan prasarana yang dipakai dalam kegiatan Praolah antara lain :
• Drum 60 liter/100 liter
• Plastik pelapis bagian dalam drum
• Lembar identifikasi dan lembar isian
• Alat monitor radiasi
• Alat pengepakan
• Kanister
• Sarana keselamatan kerja


*PENGOLAHAN

      Pengolahan limbah cair dengan cara evaporasi/pemanasan untuk memperkecil volume, kemudian dipadatkan dengan semen (sementasi) atau dengan gelas masif (vitrifikasi) di dalam wadah yang kedap air, tahan banting, misalnya terbuat dari beton bertulang atau dari baja tahan karat (B,xxxx). Alat untuk proses evaporasi di sebut evaporator. Alat ini mampu mereduksi volume limbah cair dengan faktor reduksi 50. Hal ini berarti jika ada 50 m3 limbah cair yang diolah, maka akan dihasilkan 1 m3 konsentrat radioaktif, sedang sisanya yang 49 m3 hanyalah berupa air destilat yang sudahtidak radioaktif lagi (Sofyan, 1998).


2. Limbah Cair Aktivitas Rendah dan Sedang Pemancar Beta dan Gamma
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan atau pengukungan limbah antara lain:
a. Keselamatan terpasang
b. Penghalang berganda
c. Pertahanan berlapis


Pengolahan Limbah Radioaktif dengan PENUKAR ION (Ion Exchanger)
Faktor penting yang diperhatikan dalam pemilihan teknologi penukar ion antara lain :
1. Karekteristik limbah:Kandungan padatan terlarut tidak melebihi 4 mg/L, kandungan garam kurang dari 2 g/L, radionuklida hadir dalam bentuk ion, mengandung sedikit kontaminan organik, dan mengandung sedikit senyawa pengoksidasi kuat.
2. Pemilihan penukar ion dan proses pengolahan: Penukar ion harus memiliki kecocokan dengan karakteristik limbah (pH dan ion) selain temperatur dan tekanan.
Proses Ion Exchange
Reaksi pada proses ion exchange bersifat reversibel dan stoikiometrik, dan sama terhadap reaksi fase larutan yang lain. Sebagai contoh:
NiSO4 +Ca(OH)2 = Ni(OH)2 + CaSO4 (1)
Pada reaksi ini, ion nikel yang terdapat dalam larutan nikel sulfate ( NiSO4) ditukar ion kalsium dari molekul calsium hidroksida (Ca(OH)2). Di dalam lingkup pengolahan logam, ion exchange biasanya menggunakan satu kolom yang terdiri dari cation exchange bed dan diikuti dengan anion exchange resin. Efluen biasanya merupakan larutan deionisasi yang dapat di recycle dalam proses seperti rinse water.
Resin Ion Exchange
Unsur yang bersifat bersifat ion yang terdapat pada air limbah dapat mengalami pertukaran dengan jenis resin tertentu. Resin diregenerasi melalui proses pelepasan exchanged material dan mengkonsentasikannya dalam pengurangan volume yang banyak. Resin pada ion exchange digolongkan sebagai kation exchanger, yang mana mempunyai ion positif yang mobile digunakan untuk exchange, dan anion exchanger yang mempunyai ion negatif yang mobile. Resin anion dan kation diproduksi dari dasar polimer organik yang sama. Perbedaan terdapat pada kelompok ionizable yang terikat dengan jaringan / ikatan hidrokarbon. Golongan fungsional ini yang menentukan perilaku kimia resin. Resin secara luas digolongkan sebagai kation exchanger asam kuat (contoh SO3H dengan pK=1-2) atau asam lemah (OH dengan pK=9-10) dan anion exchanger basa kuat (N+ dengan pK=1-2) atau basa lemah (NH2 dengan pK=8-10).
Pengolahan Limbah Radiokatif dengan ZEOLIT
Zeolit adalah mineral dengan struktur kristal alumino silikat yang berbentuk rangka (framework) tiga dimensi, mempunyai rongga dan saluran, serta mengandung ion Na, K, Mg, Ca, Fe serta molekul air. Langkah dalam pembuatan Mn-Zeolit adalah sebagai berikut :
1. Zeolit yang digunakan dibersihkan dari kotoran dan batuan lain kemudian dikeringkan di udara. Zeolit alam dihaluskan dan diayak untuk mendapatkan ukuran partikel zeolit 35-50 mesh. Zeolit dimurnikan dengan cara direfluk dengan air demin selama 24 jam untuk mendapatkan zeolit bersih dari pengotor.
2. Zeolit murni yang sudah diperoleh kemudian direndam dengan larutan KMnO4 konsentrasi 0,1M selama 24 jam, kemudian dicuci dengan air demin sampai bersih.
3. Zeolit yang sudah bersih tersebut merupakan material Mn-Zeolit, yang kemudian dipanaskan dengan temperatur 100oC sampai kering.
Mn-Zeolit yang sudah diaktivasi dikontakkan dengan limbah Sr-90 dan Fe2+ dalam berbagai variasi waktu. Beningan yang didapat kemudian dipisahkan dan dianalisis menggunakan Liquid Scintillation Chromatography (LSC) dan Atomic Absorbsi Spectrometer (AAS).
Pengolahan Limbah Radioaktif dengan PLASMA TERMAL
Teknologi plasma adalah metode penghasil panas yang digunakan untuk memecah /menghancurkan material limbah. Fraksi hidrokarbon dalam limbah akan dipecah menjadi karbonmonooksida, hidrogen, karbondioksida dan/atau air tergantung kondisi operasi. Jenis limbah yang dapat diolah dengan menggunakan teknologi plasma, yaitu tanah terkontaminasi debu batubara, limbah organik padat dan cair yang mengandung unsur asbestos, limbah organik medis terklorinasi, limbah radioaktif dan lainnya.
Plasma termal dibuat dengan menggunakan electric arc, yang diletakkan di antara dua elektroda logam di dalam sebuah alat yang disebut plasma torch. Bila sebuah gas, seperti udara, uap dan lainnya, diinjeksikan ke dalam, molekul / atom gas tersebut akan bertubrukan dengan elektron pada electric arc (elektron terbentuk pada satu elektroda dan diakselerasi dan dikumpulkan pada elektroda yang satunya).

Pengolahan Limbah Radioaktif dengan REVERSE OSMOSIS
Reverse osmosis (RO) merupakan suatu proses pemaksaan sebuah solvent dari sebuah daerah berkonsentrasi tinggi melalui sebuah membran ke sebuah daerah rendah dengan menggunakan sebuah tekanan melebihi tekanan osmotik. Reverse Osmosis mengaplikasikan tekanan yang lebih besar dari tekanan osmotik (antara 2-10 Mpa) ke dalam larutan konsentrat sehingga menyebabkan larutan mengalir dari sisi konsentrat membran semipermeabel ke dilute side. RO memiliki kemampuan menyingkirkan total dissolved inorganic solid 95-99,5% dan dissolved organic solid 95-97%. Teknologi tersebut telah digunakan untuk menyingkirkan radionuklida dari limbah cair level rendah seperti limbah uap dari pembangkit tenaga nuklir.

Pengolahan Limbah Radioaktif dengan ULTRAFILTRATION
Koloid, padatan terlarut, molekul organik dengan berat molekul yang tinggi tidak dapat melalui ultrafiltration. Teknologi ini beroperasi pada tekanan 0,2-1,4 Mpa. Hal ini dimungkinkan karena tekanan osmotik koloid dan molekul organik berada dalam jumlah yang sedikit. Ukuran pori ultrafiltration berada pada range 0,001-0,01 mm. Unit ultrafiltration beroperasi dengan prinsip cross-flow. Ultrafiltration sering digunakan untuk menyingkirkan aktivitas alfa dari uap limbah. Limbah aktinida dalam bentuk koloid atau pseudo-colloidal pada uap limbah radioaktif dapat disingkirkan secara efektif oleh ultrafiltration dan dapat digunakan untuk menyingkirkan ion logam terlarut dari larutan dilute aqueous.
Beberapa kawasan di Semenanjung Muria memiliki tingkat kesesuaian sangat baik untuk pembangunan fasilitas pengolahan limbah radioaktif.

Berbeda dengan system disposal di kawasan Pusat Penelitian Tenaga Nuklir (PPTN) di Serpong yang hanya dapat ditempatkan disposal limbah aktivitas rendah (LAR) dan Limbah Aktivitas Sedang (LAS).
Sistem pengolahan di kawasan PPTN Serpong yang hanya dimungkinkan untuk limbah aktivitas rendah dan sedang (LAR/LAS), serta untuk radionuklida dengan paruh waktu kurang dari 30 tahun saja.
Limbah Semi Cair (Resin) Aktivitas Rendah dan Sedang Pemancar Beta dan Gamma.

Pengolahan limbah padat adalah dengan cara diperkecil volumenya melalui proses insenerasi/pembakaran, selanjutnya abunya disementasi. Sedangkan limbah yang tidak dapat dibakar diperkecil volumenya dengan kompaksi/penekanan dan dipadatkan dalam drum/beton dengan semen. Sedangkan limbah yang tidak dapat dibakar/dikompaksi, harus dipotong-potong dan dimasukkan dalam beton kemudian dipadatkan dengan semen atau gelas masif (B,xxxx). Proses pemadatan dilakukan dengan semen (sementasi), aspal (bitumentasi), maupun bahan gelas (vitrifikasi)
1. Limbah Padat Aktivitas Rendah dan Sedang Pemancar Beta dan Gamma.
3.1. Limbah Padat Terbakar

3.2. Limbah Padat Terkompaksi.

3.3. Limbah Padat Tak Terbakar dan Tak Terkompaksi





4.Limbah Aktivitas Rendah Pemancar Alpha
Selanjutnya limbah radioaktif yang telah diolah disimpan secara sementara (10-50 tahun) di gudang penyimpanan limbah yang kedap air sebelum disimpan secara lestari. Tempat penyimpanan limbah lestari dipilih ditempat/lokasi khusus dengan kondisi geologi yang stabil dan secara ekonomi tidak bermanfaat.

sumber: http://wahyudis.heck.in/teknik-pengolahan-limbah-nuklir.xhtml

Penduduk dan Kemiskinan

     Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2014 menyatakan, pada bulan Maret 2014, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,28 juta orang, sekitar 11,25%. Kepala BPS Suryamin mengatakan, jumlah penduduk miskin berkurang sebesar 0,32 juta orang jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2013 sebesar 28,60 juta orang.

Menurut dia, selama periode September 2013-Maret 2014 jumlah penduduk miskin daerah perkotaan turun sebanyak 0,17 juta dari 10,68 juta pada September 2013 menjadi 10,51 juta pada Maret 2014. Sementara itu, di daerah pedesaan turun sebanyak 0,15 juta orang dari 17,92 orang pada September 2013 menjadi 17,77 juta pada Maret 2014.

Suryamin mengatakan, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan September 2013 sebesar 8,55% turun menjadi 8,34% pada Maret 2014 sementara persentase penduduk miskin di daerah perdesaan turun 14,37% pada September 2013 menjadi 14,17% pada Maret 2014.Ini menandakan kesejahteraan penduduk indonesia sedikit meningkat dibandingkan tahun tahunn sebelumnya.

Menurut dia, komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai garis kemiskinan di perkotaan dan pedesaan relatif sama di antaranya beras, rokok kretek, telur ayam ras, daging ayam, mie instan, dan gula pasir. Sedangkan komoditi bukan makanan di antaranya biaya perumahan, pendidikan, listrik, dan bensin.

Suryamin mengatakan pada periode September 2013-Maret 2014, Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan mengalami penurunan.

Indeks Kedalaman Kemiskinan turun 1,88% pada September 2013 menjadi 1,75% pada Maret 2014, dan Indeks Keparahan Kemiskinan turun dari 0,48 menjadi 0,44.

Untuk mengukur kemiskinan BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar dengan pendekatan ini kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan.

Metode yang digunakan adalah menghitung garis kemiskinan yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM).

GKM merupakan nilai pengeluaran kebutuhan makanan yang disetarakan dengan 2100 kalori per kapita per hari sedangkan GKBM adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.

sumber : http://www.beritasatu.com/nasional/193810-bps-maret-2014-jumlah-penduduk-miskin-indonesia-capai-28-juta.html